BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infertilitas atau kemandulan merupakan salah satu
masalah kesehatan reproduksi yang sering berkembang menjadi masalah sosial
karena pihak istri selalu dianggap sebagai penyebabnya. Akibatnya wanita sering
terpojok dan mengalami kekerasan, terabaikan kesehatannya, serta diberi label
sebagai wanita mandul sebagai masalah hidupnya (Aprillia, 2010).
Infertilitas disebut juga subfertilitas dan
dapat didefinisikan sebagai ketidak mampuan pasangan untuk mengandung secara
spontan. Lama waktu pasangan untuk mencoba mendapat kehamilan sangat penting,
dan biasanya dianggap sebagai masalah jika mereka belum mendapat kehamilan
setelah mereka melakukan hubungan seksual, tanpa pelindung selama satu tahun
(Brooker, 2008). Infertilitas primer adalah keadaan di mana seorang
istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan
kehamilan selama 12 bulan (Prawirohardjo, 1999).
Banyak
faktor yang menyebabkan pasutri sulit untuk hamil setelah kehidupan seksual
normal yang cukup lama. Banyak pasutri yang memilih bercerai karena salah satu
dari mereka tidak dapat memberi keturunan. Ancaman terjadinya perceraian ini
mencapai 43% dari masalah dalam sebuah pernikahan yang ada. Mereka beranggapan
bahwa peran mereka sebagai orang tua tidak sempurna tanpa kehadiran seorang anak
dalam keh
atau fisiologik yang menjadi sebab. Akan tetapi, sekarang telah menjadi
pendapat umum bahwa ketidakseimbangan jiwa dan ketakutan yang berlebihan (emotional
stress) dapat pula menurunkan kesuburan wanita (Prawirohardjo, 2005).
Infertilitas tidak
semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja, seperti dikemukakan bahwa suami
sebaiknya diperiksa lebih dahulu dan dinyatakan sehat jasmani dan rohani,
karena kehamilan dapat terjadi apabila suami benar-benar sehat dan kemampuan
menunaikan tugas dengan baik, suami menyumbang 40% dari angka kejadian infertil,
sedangkan sisanya ada pada istri.
Pada wanita dikemukakan beberapa sebab infertilitas
idiopatik, artinya semua keadaan fisik dan reproduksinya baik tetapi
pasangan tersebut belum dapat hamil (Manuaba, 1999). Pendidikan agama yang
terlampau kolot, yang menganggap segala yang berhubungan dengan seks itu tabu
dan prifasi sehingga tidak layak untuk dibicarakan (Prawirohardjo, 2005). Pada umumnya faktor-faktor organik
atau
fisiologik yang menjadi sebab. Akan tetapi, sekarang telah menjadi pendapat
umum bahwa ketidakseimbangan jiwa dan ketakutan yang berlebihan (emotional
stress) dapat pula menurunkan kesuburan wanita (Prawirohardjo, 2005).
Infertilitas tidak
semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja, seperti dikemukakan bahwa suami
sebaiknya diperiksa lebih dahulu dan dinyatakan sehat jasmani dan rohani,
karena kehamilan dapat terjadi apabila suami benar-benar sehat dan kemampuan
menunaikan tugas dengan baik, suami menyumbang 40% dari angka kejadian infertil,
sedangkan sisanya ada pada istri.
Pada wanita
dikemukakan beberapa sebab infertilitas idiopatik, artinya semua keadaan
fisik dan reproduksinya baik tetapi pasangan tersebut belum dapat hamil
(Manuaba, 1999). Pendidikan agama yang terlampau kolot, yang menganggap segala
yang berhubungan dengan seks itu tabu dan prifasi sehingga tidak layak untuk
dibicarakan (Prawirohardjo, 2005).
Pasangan suami istri
yang mengalami gangguan kesuburan pada tingkat dunia mencapai 10-15%, dari
jumlah tersebut 90% diketahui penyebabnya, sekitar 40% diantaranya berasal dari
faktor wanita (Hadibroto, 2007). Kejadian infertilitas di Amerika
Serikat sebesar 12 %, ternyata fertilitas menurun setelah usia 35 tahun,
kejadian infertilitas pada wanita umur 16-20 tahun sebesar 4,5%, umur
35-40 tahun 31,3% dan umur lebih dari 40 tahun sebesar 70% (Infertilitas,
2008)
Dari data klinik dr. Binarwan Halim, SpOG (K) Medan dari
bulan Mei sampai dengan bulan Oktober tahun 2010 jumlah pasutri yang mengalami infertilitas
primer sebanyak 517 orang (RM BH, 2010). Survei awal yang dilakukan
peneliti di praktek dr. Binarwan Halim, SpOG (K) melalui metode wawancara pada
tujuh pasutri dengan infertilitas primer, didapatkan bahwa lima orang
pasutri tidak mengetahui tentang infertilitas primer, mereka tidak dapat
menjawab pertanyaan yang peneliti ajukan mengenai pengetahuan dasar tentang infertilitas
primer, sedangkan 2 orang pasutri mengetahui tentang infertilitas primer,
mereka dapat menjawab pertanyaan yang peneliti ajukan mengenai pengetahuan
dasar infertilitas primer. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan
bahwa angka kejadian infertilitas masih tinggi, serta pentingnya
pengetahuan dan sikap pasutri tentang kesehatan reproduksi khususnya infertilitas,
peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap
pasutri tentang infertilitas primer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Infertilitas
1. Defenisi
Infertilitas
Infertilitas adalah ketidakmampuan
untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual
sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi ( Strigh B, 2005 : 5 ).
Infertilitas adalah bila pasangan
suami istri, setelah bersanggama secara teratur 2-3 kali seminggu, tanpa
memakai metode pencegahan belum mengalami kehamilan selama satu tahun
(Mansjoer, 2004 : 389).
2. Jenis
infertilitas
Jenis infertilitas ada dua yaitu
infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas primer adalah kalau
istri belum pernah hamil walaupun bersanggama tanpa usaha kontrasepsi dan
dihadapkan pada kepada kemungkinan kehamilan selama dua belas bulan.
Infertilitas sekunder adalah kalau
isrti pernah hamil, namun kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun
bersanggama tanpa usaha kontrasepsi dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan
selama dua belas bulan.
B. Penyebab
Infertilitas
Penyebab infertilitas dapat dibagi
menjadi tiga kelompok : satu pertiga masalah terkait pada wanita, satu pertiga
pada pria dan satu pertiga disebabkan oleh faktor kombinasi.
1.Infertilitas
pada wanita
a.
Masalah vagina
Infeksi vagina seperti vaginitis,
trikomonas vaginalis yang hebat akan menyebabkan infeksi lanjut pada portio,
serviks, endometrium bahkan sampai ke tuba yang dapat menyebabkan gangguan
pergerakan dan penyumbatan pada tuba sebagai organ reproduksi vital untuk
terjadinya konsepsi.
Disfungsi seksual yang mencegah
penetrasi penis, atau lingkungan vagina yang sangat asam, yang secara nyata
dapat mengurangi daya hidup sperma ( Stright B, 2005 : 60 ).
b.
Masalah serviks
Gangguan pada setiap perubahan
fisiologis yang secara normal terjadi selama periode praovulatori dan ovulatori
yang membuat lingkungan serviks kondusif bagi daya hidup spermamisalnya
peningkatan alkalinitas dan peningkatan sekresi ( Stright B, 2005, hal. 60 ).
c.
Masalah uterus
Nidasi ovum yang telah dibuahi terjadi
di endometrium. Kejadian ini tidak dapat berlangsung apabila ada patologi di
uterus. Patologi tersebut antara lain polip endometrium, adenomiosis, dan mioma
uterus .
d.
Masalah tuba
Saluran telur mempunyai fungsi yang
sangat vital dalam proses kehamilan. Apabila terjadi masalah dalam saluran
reproduksi wanita tersebut, maka dapat menghambat pergerakan ovum ke uterus,
mencegah masuknya sperma atau menghambat implantasi ovum yang telah dibuahi.
Sumbatan di tuba fallopi merupakan salah satu dari banyak penyebab
infertilitas.
Sumbatan tersebut dapat terjadi akibat
infeksi, pembedahan tuba atau adhesi yang disebabkan oleh endometriosis atau
inflamasi (Hall et all. 1974 ). Infertilitas yang berhubungan dengan masalah
tuba ini yang paling menonjol adalah adanya peningkatan insiden penyakit radang
panggul ( pelvic inflammatory disease –PID). PID ini menyebabkan jaringan parut
yang memblok kedua tuba fallopi.
e.
Masalah ovarium
Wanita perlu memiliki siklus ovulasi
yang teratur untuk menjadi hamil, ovumnya harus normal dan tidak boleh ada
hambatan dalam jalur lintasan sperma atau implantasi ovum yang telah dibuahi.
Dalam hal ini masalah ovarium yang dapat mempengaruhi infertilitas yaitu kista
atau tumor ovarium, penyakit ovarium polikistik, endometriosis, atau riwayat
pembedahan yang mengganggu siklus ovarium. Dari perspektif psikologis, terdapat
juga suatu korelasi antara hyperprolaktinemia dan tingginya tingkat stress
diantara pasangan yang mempengaruhi fungsi hormone.( Handersen C & Jones K,
2006 : 86 ).
2.
Infertilitas pada pria
a. Faktor koitus pria
Faktor-faktor ini meliputi
spermatogenesis abnormal, motilitas abnormal, kelainan anatomi, gangguan
endokrin dan disfungsi seksual. Kelaianan anatomi yang
mungkin
menyebabkan infertilitas adalah tidak adanya vasdeferens kongenital, obstruksi
vasdeferens dan kelainan kongenital system ejakulasi. Spermatogenesis abnormal
dapat terjadi akibat orkitis karena mumps, kelainan kromosom, terpajan bahan
kimia, radiasi atau varikokel ( Benson R & Pernoll M, 2009 : 680 ).
b. Masalah ejakulasi
Ejakulasian retrograde yang
berhubungan dengan diabetes, kerusakan saraf, obat-obatan atau trauma bedah.
c. Faktor lain
Adapun yang berpengaruh terhadap
produksi sperma atau semen adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan
seksual, stress, nutrisi yang tidak adekuat, asupan alkohol berlebihan dan
nikotin.
d. Faktor pekerjaan
Produksi sperma yang optimal
membutuhkan suhu di bawah temperature tubuh, Spermagenesis diperkirakan kurang
efisien pada pria dengan jenis pekerjaan tertentu, yaitu pada petugas pemadam
kebakaran dan pengemudi truk jarak jauh ( Henderson C & Jones K, 2006 :
89).
3. Masalah
interaktif
Berupa masalah yang berasal dari
penyebab spesifik untuk setiap pasangan meliputi : frekuensi sanggama yang
tidak memadai, waktu sanggama yang buruk, perkembangan antibody terhadap sperma
pasangan dan ketidakmampuan sperma untuk melakukan penetrasi ke sel telur ( Stritgh
B, 2005 : 61 ).
C. Penyebab
Infertilitas Sekunder
Masalah pada infertilitas sekunder
sangat berhubungan dengan masalah pada pasangan dengan infertilitas primer.
Sebagian besar pasangan dengan infertilitas sekunder menemukan penyebab masalah
kemandulan sekunder tersebut, dari kombinasi berbagai faktor meliputi :
1. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh pada
kesuburan seorang wanita. Selama wanita tersebut masih dalam masa reproduksi
yang berarti mengalami haid yang teratur, kemungkinan masih bisa hamil. Akan
tetapi seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan indung telur untuk
menghasilkan sel telur akan mengalami penurunan.
Penelitian menunjukkan bahwa potensi
wanita untuk hamil akan menurun setelah usia 25 tahun dan menurun drastis
setelah usia diatas 38 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
National Center for Health Statistics menunjukkan bahwa wanita subur berusia
dibawah 25 tahun memiliki kemungkinan hamil 96% dalam setahun, usia 25 – 34
tahun menurun menjadi 86% dan 78% pada usia 35 – 44 tahun.
Pada pria dengan bertambahnya usia
juga menyebabkan penurunan kesuburan. Meskipun pria terus menerus memproduksi
sperma sepanjang hidupnya, akan tetapi morfologi sperma mereka mulai menurun.
Penelitian mengungkapkan hanya sepertiga pria yang berusia diatas 40 tahun
mampu menghamili isterinya dalam waktu 6 bulan dibanding pria yang berusia
dibawah 25 tahun. Selain itu usia yang semakin tua juga mempengaruhi kualitas
sperma ( Kasdu, 2001:63 ).
2. Masalah reproduksi
Masalah pada system reproduksi dapat
berkembang setelah kehamilan awal bahkan, kehamilan sebelumnya kadang-kadang
menyebabkan masalah reproduksi yang kurang bagus.
3.Faktor gaya hidup
Perubahan pada faktor gaya hidup juga
dapat berdampak pada kemampuan setiap pasangan untuk dapat menghamili atau
hamil lagi. Wanita dengan berat badan yang berlebihan sering mengalami gangguan
ovulasi, karena kelebihan berat badan dapat mempengaruhi estrogen dalam tubuh
dan mengurangi kemampuan untuk hamil. Pria yang berolah raga secara berlebihan
juga dapat meningkatkan suhu tubuh mereka,yang mempengaruhi perkembangan sperma
dan penggunaan celana dalam yang ketat juga mempengaruhi motilitas sperma (
Kasdu, 2001:66 ).
D. Faktor Penyebab Infertilitas dari
Segi Psikologis
Kesuburan wanita secara mutlak
dipengaruhi oleh proses-proses fisiologis dan anatomis, di mana proses
fisiologis tersebut berasal dari sekresi internal yang mempengaruhi kesuburan.
Dalam hal ini kesuburan wanita itu merupakan satu unit psikosomatis yang selalu
dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor psikis dan factor organis atau fisis.
Kesulitan- kesulitan psikologis ini berkaitan dengan koitus dan kehamilan, yang
biasanya mengakibatkan ketidakmampuan wanita menjadi hamil.
banyak dari kemandulan
adalah di sebabkan ketakutan-ketakutan yang tidak disadari atau yang ada
dibawah sadar, yang infantile atau kekanak-kanakan sifatnya. (Kartono, 2007:74
).
Penelitian kedokteran juga menemukan
bahwa peningkatan kadar prolaktin dan kadar Lutheinizing Hormon (LH) berhubungan
erat dengan masalah psikis. Kecemasan dan ketegangan cenderung mengacaukan
kadar LH, serta kesedihan dan murung cenderung meningkatkan prolaktin. Kadar
prolaktin yang tinggi dapat mengganggu pengeluaran LH dan menekan hormon
gonadotropin yang mempengaruhi terjadinya ovulasi ( Kasdu, 2001 : 70 ).
Pasangan suami istri yang mengalami
infertilitas sering kali mengalami perasaan tertekan terutama pihak wanita yang
pada akhirnya dapat jatuh pada keadaan depresi, cemas dan lelah yang
berkepanjangan. Perasaan yang dialami para wanita tersebut timbul sebagai
akibat dari hasil pemeriksaan, pengobatan dan penanganan yang terus menerus
tidak membuahkan hasil. Hal inilah yang mengakibatkan wanita merasa kehilangan
kepercayaan diri serta perasaan tidak enak terhadap diri sendiri, suami dan
keluarga ataupun lingkungan dimana wanita itu berada.
Keadaan wanita yang lebih rileks
ternyata lebih mudah hamil dibandingkan dengan wanita yang selalu dalam keadaan
stres. Adapun perasaan tertekan atau tegang yang dialami wanita tersebut
berpengaruh terhadap fungsi hipotalamus yang merupakan kelenjar otak yang
mengirimkan sejumlah sinyal untuk mengeluarkan hormon stres keseluruh tubuh.
Hormon stress yang terlalu banyak keluar dan lama akan mengakibatkan rangsangan
yang berlebihan pada jantung dan melemahkan sistem kekebalan tubuh. Kelebihan
hormon stres juga dapat mengganggu keseimbangan hormon, sistem reproduksi
ataupun kesuburan. Pernyataan ini seperti dikemukakan oleh Mark Saver pada
penelitiannya tahun 1995, mengenai Psychomatic Medicine yang menjelaskan
bahwa wanita dengan tekanan jiwa kecil kemungkinan untuk hamil di bandingkan
dengan wanita yang tidak mengalaminya.
Hal
ini terjadi karena wanita tersebut mengalami ketidakseimbangan hormon (hormon
estrogen). Kelebihan hormon estrogen akan memberikan sinyal kepada hormon
progesteron untuk tidak berproduksi lagi karena kebutuhannya sudah mencukupi.
Akibatnya akan terjadi kekurangan hormon progesteron yang berpengaruh terhadap
proses terjadinya ovulasi (Kasdu, 2001 : 72).
E. Pengaruh Kebudayaan terhadap
Infertilitas
Berbagai budaya di belahan dunia masih
menggunakan simbol dan upacara adat untuk merayakan fertilitas ataupun
keberhasilan pasangan dalam memperoleh keturunan. Salah satu upacara yang masih
bertahan sampai saat ini ialah adat istiadat melempar beras ke arah pengantin
pria dan wanita. Ada juga yang memberikan rokok, permen ataupun pensil sebagai
ucapan selamat kepada pria yang baru menjadi ayah sebagai antisipasi kelahiran
anak.
Banyak budaya yang masih menjamur
terutama ditengah-tengah masyarakat kita yang menyatakan bahwa suatu
ketidaksuburan itu merupakan tanggung jawab wanita. Ketidakmampuan wanita untuk
mengandung dihubungkan dengan dosa-dosanya, roh setan atau fakta yang
menyatakan bahwa wanita itu tidak adekuat ataupun sempurna ( Bobak dkk, 2005 :
997 ).
F. Kecemasan
Kecemasan atau ansietas adalah
perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Tidak ada
objek yang dapat diidentifikasi s Menurut Daradjat Z (2006), kecemasan adalah
suatu manifestasi ebagai stimulus ansietas (Comer, 1992 dalam Videbeck 2008).
Kecemasan memiliki dua aspek yakni
aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas,
lama ansietas yang dialami dan seberapa baik seseorang itu menghadapi ansietas
tersebut. Setiap tingkat ansietas menyebabkan perubahan fisiologis dan
emosional pada setiap individu yang mengalaminya.
Gangguan kecemasan pada pasangan
infertilitas sekunder dapat berupa rasa takut dan khawatir yang tidak
menyenangkan yang sering disertai dengan rasa tidak percaya bahwa mereka sulit
untuk hamil lagi setelah sukses untuk hamil pertama kali. Hal ini umum untuk
mengalami perasaan sedih, melihat orang yang dengan begitu mudah mengembangkan
keluargan mereka. Pasangan yang mengalami infertilitas sekunder sering juga
merasa sendirian, tidak hanya keluarga, teman-teman juga sepertinya tidak mampu
memahami dan kurang mendukung mereka.
G. Tingkat kecemasan
Menurut Peplau (1952 ), ada empat
tingkatan kecemasan yaitu :
a. Kecemasan
ringan berhubungan dengan perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Dalam hal ini individu dapat memproses informasi,
belajar dan menyelesaikan masalah. Pada dasarnya kecemasan ini dapat memotivasi
belajar, berpikir, bertindak, merasakan dan melindungi diri sendiri.
b. Kecemasan
sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu yang benar-benar
berbeda, yang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini dapat mempersempit lapang persepsi
individu. Dengan demikian individu mengalami tindak perhatian yang selektif,
namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
c. Kecemasan
berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dan ada
ancaman serta memperlihatkan respon takut dan distress. Pada tahap ini individu
mengalami kesulitan untuk berpikir dan melakukan pertimbangan, otot-otot
menjadi tegang, tanda vital meningkat, mondar mandir, gelisah, iritabilitas dan
kemarahan. Semua prilaku yang ditunjukkan menggunakan cara psikomotor emosional
yang sama untuk melepas ketegangan dan individu memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada hal lain.
d. Tahap panik
memperlihatkan bahwa semua pemikiran rasional berhenti dan individu tersebut
mengalami respon fight, flight atau freeze, yakni kebutuhan untuk
pergi secepatnya, tetap di tempat dan berjuang atau menjadi beku dan tidak
dapat melakukan sesuatu. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain dan persepsi yang menyimpang. Gangguan kecemasan
pada setiap individu dapat bersifat ekstrem dan melemahkan, yang mengganggu
kehidupan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAN SARAN
Dari
berbagai uraian di atas ada beberapa hal yang perlu di tarik benang merahnya
antara lain; infertilitas bukanlah tanggung jawab wanita secara keseluruhan
tapi melibatkan berbagai faktor dari fisik,psikis, dan faktor lingkungan .
selain itu faktor dari pria juga memegang peranan penting dalam hal proses
terjadinya kehamilan.
Peran kita sebagai bidan adalah
memberikan konseling dan fasilitator guna mendapatkan pelayanan yang lebih
paripurna kalau perlu merujuk ke fasilitas yang lebih memadai
Ada banyak cara yang di tawarkan
oleh tekhnologi kesehatan terkini dari prosedur alami sampai prosedur invasif,
yaitu IVF ( in vitro vertilisation) atau bayi tabung yang telah banyak
mengalami kemajuan .
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo,S.,
Ilmu kebidanan dan kandungan ., YBP-SP., (2009)
FK Unpad.,Obstetri patologi ., EGC. (2010)
Play Casino site: a live casino | LuckyClub.live
BalasHapus【 playcasino site: a live casino | LuckyClub.live】 【 playcasino site: a live casino | LuckyClub.live】 【 playcasino site: a luckyclub.live live casino | Lucky